Boleh enggak memakai kata dong, nah, deh, ya, lo, sih, begitu, dalam tulisan kita? Tanya ibu cantik, peserta pelatihan menulis yang saya adakan. Tentu saja boleh. Tapi sebelumnya saya ingin mengoreksi, dong, deh, lo, bukan kelas kata melainkan termasuk kategori fatis.
Kategori fatis, menurut Harimurti Kridalaksana (2008), adalah adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi antara pembicara dan kawan bicara. Artinya, kategori fatis berfungsi untuk saling mengakrabkan antara komunikator dan komunikan.
Berkait dengan pertanyaan si ibu cantik tadi, kategori fatis ini bisa digunakan dalam situasi santai. Bila kita ingin menyampaikan sesuatu yang berat sehingga terkesan santai dan akrab, boleh memakai kategoti fatis ini. Namun, bila situasi formal sebaiknya dihindari.
Misalnya:
- Semua orang ingin bisa menulis. Namun, tidak semua orang mempunyai kemauan yang kuat untuk belajar menulis. Padahal, menulis adalah sebuah proses. Tidak ada satu pun pelatihan menulis yang bisa menjanjikan pesertanya memiliki keterampilan menulis secara instan. Kemampuan itu akan didapat hanya dengan latihan dan latihan.
- Mau, sih, bisa menulis. Tapi, bagaimana ya, malas banget untuk belajar menulis. Nah, proses belajarnya itu yang membosankan. Ikut pelatihan juga percuma, tidak satu pun pelatihan yang bisa memberi keterampilan menulis secara instan. Jadi, ya, sudah nanti saja.
Suasana yang dibangun contoh di atas berbeda. Pada contoh pertama, suasananya sedikit resmi, tapi pada contoh kedua keresmiannya berkurang hanya karena menggunakan kategori fatis. Lebih santai dengan cara bertutur berbeda. Bisa dibikin lebih santai lagi?
Bisa. Kita bisa memakai ragam bahasa substandar yang sudah masuk dalam kamus bahasa Indonesia. Ragam standar seperti lelaki, perempuan, tidak; ragam substandarnya cowok, cewek, enggak. Apakah baku? Baku untuk ragam santai atau tidak resmi. Ciri kebakuannya adalah ejaannya sudah ditetapkan, misalnya, kata enggak adalah bentuk baku, yang tidak baku gak, engga. Kalau memang ngeyel menggunakan ejaan yang berbeda, bentuk ejaan yang tidak baku itu harus dimiringkan. Ragam subastandar membuat tulisan kita jadi santai, seperti bahasa sehari-hari.
- Mau, sih, bisa menulis. Tapi, bagaimana ya, malas banget buat belajar menulis. Nah, proses belajarnya itu bisa bikin rambut keriting. Ikut pelatihan, enggak deh. Percuma, enggak satu pun pelatihan yang bisa ngasih keterampilan menulis secara instan. Jadi, ya, sudah nanti saja.
Jadi, kategori fatis bisa kita gunakan bila suasana kalimat kita ingin terlihat santai. Jangan gunakan kategori fatis dalam situasi resmi formal. Salam.
Baca juga:
- Penulis Bisa Juga Memanen Duit dari Internet
- Joke Garing, Belum Tentu Tidak Piawai
- Menulislah tanpa Kelamin
- Mau Menulis Komedi, Kenalan Dulu sama Set-up dan Punchline
- Dari Judul Bisa Kulihat Isinya
Pingback:Saya dan Kenangan Donat Stroberi - Tri Adi Sarwoko
Pingback:Inilah Modal Terakhir Seorang Komedian - Tri Adi Sarwoko
Pingback:Humor itu cuma Permainan Kata - Tri Adi Sarwoko
Pingback:Dari Judul Bisa Kulihat Isinya - Tri Adi Sarwoko
Pingback:Mau Menulis Komedi, Kenalan Dulu sama Set-up dan Punchline - Tri Adi Sarwoko
Pingback:Penulis Bisa Juga Memanen Duit dari Internet - Tri Adi Sarwoko