Tampilkan postingan dengan label pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pendidikan. Tampilkan semua postingan

Senin, 07 Juli 2025

Inilah 2 Alasan Menulis Tangan Bisa Perbaiki Kualitas Tulisan

SAYA TEGAS melarang peserta kelas menulis saya untuk mengetik dengan gawai. Mereka harus menulis tangan tugas menyalin cerita dari penulis idolanya. Bisa jadi mereka bilang saya kuno. Biarlah, itu karena mereka belum tahu mengapa saya ngeyel harus mengerjakan tugas dengan menulis tangan.

Ada dua hal yang membuat saya bersikeras mereka harus mengerjakan tugas dengan menulis tangan. Pertama, menulis dengan tangan membuat materi yang ditulis lebih melekat ke otak ketimbang dengan mengetik di gawai. Kedua, menulis dengan tangan membuat kita menguasai cara menulis seperti penulis idola kita.

Hal seperti itulah yang memaksa saya tegas. Peserta kelas menulis harus menyalin cerita dari penulis idolanya di atas kertas. Perihal meniru ini silakan melihat artikel saya sebelumnya. Mari kita simak, apa lagi dua alasan tersebut.

 

1. Menulis tangan bikin materi lebih melekat di ingatan

Ada beberapa ahli yang bilang, menulis dengan tangan akan membuat apa yang ditulis melekat lebih lama di ingatan. Dengan alasannya ini beberapa universitas di Australia meminta mahasiswanya untuk menyimpan laptopnya. Mereka diminta mencatat kuliah dosennya dengan menulis tangan di notebook.

Mengapa apa yang ditulis tangan lebih melekat di otak? Menurut Dr Helen Macpherson , menulis itu tidak sama dengan mengetik., “Menulis merupakan kerja sama antara bahasa dan sistem gerak (motorik-pen),” ujar Helen Macpherson seperti yang disampaikan kepada Huntintongpost. Macpherson adalah peneliti dari the Institute for Physical Activity and Nutrition (IPAN) pada Universitas Deakin Australia

Sejatinya bukan cuma itu. Menulis dengan tangan itu juga melibatkan sensorik. Keterampilan motorik halus dan sensorik membuat menulis  di atas kertas mengaktifkan otak. Dengan begitu, apa yang ditulis dengan tangan akan lebih lama melekat dalam ingatan.

Adapun kalau kita mengetik, yang terlibat hanya motorik dan bahasa. Hanya keterampilan mengetik dan bahasa. Dalam mengetik dengan gawai, orang hanya mengetik huruf, yang tentu saja tidak mempunyai makna. Adapun menulis tangan, orang mengetik kata. Artinya, orang sekaligus memahami maknanya.

Saya juga berkeyakinan, menulis tangan akan membuat orang lebih paham dengan apa yang ditulisnya. Dalam mengajar menulis, terutama pada tahap awal, saya selalu menganjurkan menulis tangan daripada mengetik dengan gawai.

Bahkan, menulis tangan juga memiliki manfaat untuk yang membacanya. Peneliti di Norwegian Center for Learning Environment and Behavioural Research in Education yang menemukan itu. Peneliti mengungkapkan bahwa membaca teks tulisan tangan mengaktifkan berbagai bagian otak daripada membaca teks yang diketik.

Nah, jadi kenapa kita tidak menulis tangan untuk sesuatu yang memang tidak harus diketik dengan gawai. Itu jika ingin menarik manfaat dari menulis tangan.

 

2. Menulis tangan memperbaiki kualitas tulisan

Adalah Joe Vitale dalam buku Hypnotic Writing menyebutkan beberapa manfaat tulisan tangan. Menurut Vitale, jika ingin mendapatkan tulisan sebagus tulisan maestro salinlah tulisannya itu dengan tulisan tangan.


Dengan menulis tangan kita jadi bisa merasakan bagaimana ketika penulis idola kita melakukan pekerjaannya. Bagaimana dia membuat kalimat? Misalnya berapa kata panjang kalimat. Kita juga bisa merasakan kelezatan pilihan kata sang idola.

Tentunya ini bermanfaat untuk para pembelajar menulis yang merasa tidak bisa membuat kalimat. Salinlah dengan tulisan tangan, tulisan idola atau tulisan yang dianggap baik. Dengan begitu, kita jadi bisa memiliki style yang sama dengan penulis tersebut dalam menulis.

Mengapa bisa seperti itu? Seperti saya sampaikan di atas, menulis tangan merangsang otak untuk menyimpan lebih lama apa yang kita tulis. Nah, jika apa yang tersimpan di otak diulang terus-menerus, tentu saja akan membuat kita makin terampil. Kita akan memiliki style yang hampir sama dengan penulis idola kita.

Itu artinya kita meniru, ya, tidak apa-apa. Pada akhirnya kita akan menemukan style kita sendiri. Tidak usah khawatir. Yang perlu dikhawatirkan adalah jika kita baru melakukan latihan sekali, lalu tidak melakukan apa-apa lagi. Sia-sia semua yang dipelajari.

Menulis adalah keterampilan, tidak ada hubungannya dengan bakat. Semakin sering berlatih, semakin mahir. Salah satu latihan yang bagus untuk memperbaiki kemampuan menulis kita adalah menulis tangan. Salam. 

Baca juga:

Selasa, 01 Juli 2025

Upin Ipin Itu…

SECARA TIDAK sengaja saya menonton kartun Upin Ipin. Tidak sengaja karena yang mengganti saluran televisi  adalah para keponakan dan saya sedang duduk di situ. Upin Ipin diproduksi oleh sebuah rumah produksi di negara jiran kita (Malaysia) yang terkadang mengesalkan itu. Adalah Les’ Copaque Production Sdn. Bhd. yang memproduksi kartun dengan karakter dua bocah gundul ini pada 2007.

Lalu masuk ke Indonesia pada 2008 dan digemari hingga sekarang. Sudah 17 tahun. Sejatinya cerita yang ditampilkan Upin Ipin biasa saja. Tema yang digarap masih berkisar tema umum yang digunakan dalam cerita anak. Misalnya cerita soal menjaga kebersihan.  Nah, kebetulan yang saya tonton ini cerita Upin Ipin yang bertajuk “Jaga Kebersihan” . 

Menggunakan bahasa kebaikan

Dalam cerita itu, Upin, Ipin, dan teman-temannya diajak membersihkan kampung bersama-sama. Kampung mereka kotor karena banyak sampah berserakan.  Nah, Kak Ros dan Tok Dalang turun tangan membimbing bocil-bocil yang agak resek itu. Dari sini dua bocah undul dan teman-temannya belajar pentingnya menjaga kebersihan sebagai tanggung jawab bersama. Episode ini menanamkan kesadaran pada anak-anak tentang dampak sampah bagi kesehatan dan lingkungan. Jadi, bagus bukan sebagai tontonan anak.

Perihal buruknya gawai, Upin Ipin juga punya. Dengan tajuk  “Ketagihan Gajet”, Upin, Ipin, dan teman-temannya diceritakan mulai kecanduan bermain game di tablet dan ponsel. Waktu mereka banyak dihabiskan untuk memelototi gawai daripada bermain di luar. Akibatnya, mereka jadi malas belajar, kurang berinteraksi, dan fisik mereka terlihat lesu.  Kak Ros dan Opah kemudian mengingatkan mereka pentingnya keseimbangan, membatasi penggunaan gawai. 

Nah, saya tidak mempromosi Upin Ipin, namun cerita adik-adik Kak Ros ini cukup bagus sebagai bahan edukasi mengenai perilaku baik dan bermanfaat. Kartun ini telah menggunakan bahasa kebaikan.  Marks Twain pernah bilang, “Kindness is a language which the deaf can hear and the blind can see.” Kebaikan adalah bahasa yang dapat didengar oleh orang tuli dan dilihat oleh orang buta. Eh, saya tidak sengaja mengatakan itu ya. Salam.

Baca juga:

Rabu, 17 Januari 2018

Walah, Malah Saya yang Kurang Ajar

Saya benar-benar tidak menoleransi sikap kurang ajar teman muda yang satu ini. Lihat saja, saya akan balas dengan cara yang tidak bisa dilupakan. Lalu tumbuhlah tanduk merah di kepala saya. Ngeri!

WAH, SUDAH lama  sekali saya tidak melongok blog saya sendiri. Terlalu. Banyak perkembangan yang terjadi. Saya sekarang mengajar di perguruan tinggi swasta di Bekasi dan Jakarta, sambil tetap bekerja di media.

Perihal mengajar, ini memang sudah saya putuskan dengan matang sejak saya merasa jenuh mengamen tulisan dari teve ke teve. Mengajar paling tidak membuat saya berhadapan dengan teman-teman muda yang memiliki semangat dan kreativitas yang tinggi. Siapa tahu bisa ketularan. Mengajar membuat saya dapat berbagi ilmu yang saya punya. Mengajar paling tidak membuat saya turut mempersiapkan masa depan generasi bangsa.

Yang menjadi persoalan, ternyata ada saja teman muda ini yang tidak sungguh-sungguh dalam belajar. Alhasil, nilai yang dia dapat tidak bagus. Saya mau cerita sedikit perihal yang satu ini.

Ada teman muda saya yang mendapat nilai jelek dan terancam tidak lulus. Saya selalu merasa prihatin ketika ada peserta kuliah saya yang mendapat nilai tidak bagus. Karena itu saya selalu memberi kesempatan untuk memperbaikinya. Saya hubungi teman saya itu.

"Bro, nilai kamu itu jelek. Bisa enggak lulus," ujar saya lewat ketikan di WA.
"Oya, Pak. Gimana cara memperbaikinya ya Pak," jawab dia.
"Kamu temui saya besok di kampus."
"Pak, nomor rekeningnya berapa...."

Saya kesal bukan main dengan jawaban terakhirnya. Pengin rasanya menjitak kepala teman saya itu. Pengin rasanya saya banting ponsel saya, yang masih kredit, untuk melampiaskan rasa kesal yang amat sangat. Kurang ajar sekali,  anak ini coba-coba menyuap. Tapi, setelah saya pikir. Barangkali logika berpikir anak ini begini: saya sudah memberi ilmu, dia memberi uang. Adapun uang SKS yang dia bayar, itu kan untuk membayar status mahasiswanya.

Akhirnya setelah menahan diri dan menstabilkan emosi cukup lama, saya memberi tahu dia untuk menemui saya di kantin kampus. Esoknya, dia datang dengan ceria, saya yakin sudah menyiapkan uang yang banyak. Rezeki nomplok.

Seusai pertemuan, saya memutuskan untuk berhenti dari profesi yang mulia itu. Saya tidak pantas menjadi guru atau dosen. Itu terjadi kalau saya menerima suap. Nyatanya, saya nasihati dia dengan agak emosional.  Dia hanya menunduk dan meminta maaf berkali-kali. Sebagai tugas untuk memperbaiki nilai ujiannya, saya memberikan lima soal dan harus dijawab dengan benar. Saya yakin dia akan kesulitan menjawab soal itu.

Benar saja dia berkutat dengan soal itu cukup lama. Dia mulai mengerjakan soal jam sepuluh pagi, hingga jam tiga sore dia masih memelototi soal itu  di perpustakaan. Makanya jangan kurang ajar, akibatnya kesusahan menjawab soal kan. Bagaimana tidak susah, soal yang saya berikan  materinya memang belum pernah saya ajar.  Walah, malah jadi saya yang kurang ajar. Salam.

Baca juga: